Photobucket

Selasa, 11 September 2012

FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/22/PBI/2005
TENTANG
FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM
GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mendukung kelancaran sistem pembayaran di Indonesia, Bank       Indonesia   telah  mengimplementasikan Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) dan sistem kliring nasional Bank Indonesia;
b. bahwa untuk menghindari terjadinya kemacetan dalam sistem pembayaran  (gridlock) dalam Sistem BI-RTGS, yang dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia telah memberikan Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada Bank Umum peserta Sistem BI-RTGS;
c.  bahwa untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan Bank dalam memenuhi kewajibannya sebagai peserta dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia, Bank Indonesia memandang perlu untuk memperluas penyediaan Fasilitas Likuiditas Intrahari selain untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b juga untuk penyelesaian akhir kliring debet kepada Bank Umum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, dipandang perlu untuk menyempurnakan  menyempurnakan ketentuan mengenai Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum dalam Peraturan Bank Indonesia;
Mengingat : 1.  Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
3.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4317) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/21/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4518);
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan …. - 3 - Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363);
5.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373).
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tentang Sistem  kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM.
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:
1.  Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
3. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
4. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah suatu sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
5. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah penyediaan pendanaan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan Bank sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan peserta SKNBI, yang harus dilunasi pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
7. FLI dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLI-RTGS adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS.
8. FLI dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLI-Kliring adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet.
9.  Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum.
10. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
Pasal 2
(1) Bank dapat memperoleh FLI, baik dalam bentuk FLI-RTGS maupun FLIKliring, setelah menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia.
(2) Bank dapat menggunakan FLI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika memenuhi persyaratan sebagai  berikut :
a. memiliki surat berharga yang dapat diagunkan berupa SBI dan atau SUN;
b. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta BIRTGS,
dan atau peserta BI-SSSS, dan atau penghentian sebagai Bank peserta kliring; dan
c. tidak sedang dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh FPJP.
Pasal 3
Bank Indonesia berwenang untuk menolak atau menghentikan penggunaan FLI dalam hal Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf c.
Pasal 4
(1) Pengagunan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dalam rangka penggunaan FLI-RTGS dan atau FLI-Kliring dilakukan melalui BI-SSSS yang diatur sebagai berikut:
a. Untuk FLI-RTGS, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening agunan FLI-RTGS di BI-SSSS selama jam operasional Sistem BI-RTGS pada saat Bank menilai adanya kebutuhan FLI (self asessment) untuk kelancaran transaksi di Sistem BI-RTGS; dan
b. Untuk FLI-Kliring, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening agunan FLI-Kliring di BI-SSSS dalam rangka penyediaan pendanaan awal (prefund) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
(2) Surat berharga yang telah dipindahkan ke rekening agunan FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat digunakan sebagai agunan FLI-RTGS.
Pasal 5
(1) Perhitungan nilai jual SBI dan nilai pasar SUN yang diagunkan Bank dalam rangka penggunaan FLI tunduk pada Peraturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum yang berlaku.
(2) Nilai maksimum FLI yang dapat digunakan Bank adalah sebesar nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dipindahkan Bank ke rekening agunan surat berharga di BI-SSSS.
Pasal 6
(1) Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction).
(2) Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Bank atas penyelesaian akhir Kliring Debet.
(3) Penggunaan FLI-RTGS dan FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan masing-masing berdasarkan kecukupan nilai agunan FLI yang tersedia di rekening agunan FLI-RTGS dan FLI-Kliring.
(4) Dalam hal nilai agunan FLI-Kliring tidak cukup untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan  ayat (3) maka nilai agunan FLI-RTGS yang tersedia di rekening agunan FLIRTGS secara otomatis digunakan untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet.
Pasal 7
Bank Indonesia dapat membatasi jenis-jenis transaksi yang diperkenankan untukmenggunakan FLI.
Pasal 8
Bank Indonesia dapat mengenakan biaya bunga atas FLI dan atau biaya lainnya yang terkait dengan penggunaan FLI kepada Bank.
Pasal 9
(1) Pelunasan FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sampai dengan batas waktu pelunasan FLI.
(2) Bank wajib melunasi FLI sampai dengan batas waktu pelunasan FLI yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) Dalam hal Bank tidak melunasi nilai FLI sampai dengan batas waktu pelunasan FLI yang ditetapkan maka terhadap nilai FLI yang tidak dapat dilunasi diberlakukan sebagai FPJP.
Pasal 10
(1) Bank dapat memindahkan kembali surat berharga dari rekening agunan ke rekening perdagangan di BI-SSSS dalam hal :
a. FLI telah dilunasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. surat berharga yang telah dipindahkan ke rekening agunan tidak sedang digunakan sebagai agunan FLI.
(2) Pemindahan kembali surat berharga dari rekening agunan ke rekening perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan FLIKliring tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
Pasal 11
Dalam hal FLI diberlakukan sebagai FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) maka :
a. Bank tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FPJP Bagi Bank Umum yang berlaku; dan
b. agunan FLI diberlakukan sebagai agunan FPJP.
Pasal 12
Dalam hal Bank tidak dapat melunasi FLI karena kegagalan Sistem BI-RTGS dan atau BI-SSSS maka pelunasan FLI dilakukan secara otomatis jika terdapat transaksi masuk (incoming transaction) segera setelah sistem BI-RTGS dan atau BI-SSSS berfungsi kembali.
Pasal 13
Bank yang pada saat berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini telah menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI harus memperbaharui Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI.
Pasal 14
Bank peserta kliring yang berada di wilayah Kliring yang belum menerapkan SKNBI dapat menggunakan FLI RTGS untuk penyelesaian akhir kliring yang terjadi sebelum cut off warning Sistem BI-RTGS.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai FLI diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 16
Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/6/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 3 Agustus 2005.
Ditetapkan            di Jakarta
Pada tanggal 3 Agustus 2005
GUBERNUR BANK INDONESIA,
                                                                                                                         BURHANUDDIN ABDULLAH

Real Time Gross Settlement (RTGS)

Krisis ekonomi yang panjang, tidak menghambat Bank Indonesia (BI) untuk berbenah diri. Buktinya, BI berhasil mengembangkan sistem settlement berbasis elektronik on line yang disebut Real Time Gross Settlement (RTGS). Sistem kliring  sentral tersebut  termasuk sistem yang paling canggih di dunia. Indonesia adalah negara ke delapan yang menggunakan RTGS, setelah Thailand, Hongkong, Singapura, Australia, Malaysia, New Zealand,  dan Korea

RTGS yang mulai diimplementasikan 17 November 2000, digunakan untuk melakukan transfer dana antar bank.  Sebelumnya, kegiatan transfer antar bank menggunakan  net settlement system (NSS).
Kelebihan utama  RTGS  dibanding sistem yang lama adalah  menghilangkan setllement risk.  Selain itu, proses penyelesaian transfer dana antar rekening  menjadi lebih cepat, dan waktu yang disediakan untuk melayani perpindahan data rekening menjadi lebih panjang.

Pada sistem lama, kliring antar bank dimulai jam 9 pagi sampai jam 4 sore. Dengan RTGS,  transfer bisa dilakukan sejak pukul  6.30 hingga 17.00. Sistem baru ini  sifatnya  scripless, tidak menggunakan kredit nota dan surat menyurat,  sehingga prosesnya lebih cepat karena perpindahan dana bersifat real time. Bila dulu proses klring berlangsung berjam-jam, sekarang cuma membutuhkan waktu beberapa menit saja Keuntungan bagi KSEI, dengan RTGS pengiriman dana yang biasanya dalam sehari hanya dilakukan empat kali, bisa diperbanyak menjadi tiap jam. Frekuensi pengiriman dana transaksi efek antar bank pembayar perlu ditambah untuk mengantisipasi lonjakan transaksi ketika pasar booming.

Bila volume transaksi di bursa efek rendah seperti satu tahun terakhir, paling banter, satu kali transfer dana hasil transaksi   sebesar  Rp 2 – Rp 3 miliar. Tetapi kalau pasar sudah membaik, sekali transfer jumlahnya bisa sangat besar, sehingga memerlukan jadwal transfer yang lebih sering.  Makanya, RTGS  sangat mendukung aktifitas KSEI. Saat ini, KSEI akan segera menambah waktu pengiriman dana antar bank yaitu lima kali dalam satu hari.

ANALISIS DISTRIBUSI PENDAPATAN DOMESTIK REGIONONAL BRUTO PROVINSI DI INDONESIA


Gini Ratio Menurut Provinsi, 2008-2010
Gini Ratio by Province, 2008-2010
Tabel 1. Provinsi/ ince 2008 2009 2010

Provinsi
Gini Rasio
Provinsi
Gini Rasio
2008
2009
2010
2008
2009
2010
Aceh
0,27
0,29
0.30
Nusa Tenggara Barat
0,33
0,35
0,40
Sumatera Utara
0,31
0,32
0.35
Nusa Tenggara
Timur
0,34
0,36
0,38
Sumatera Barat
0,29
0,30
0.33
Kalimantan Barat
0,31
0,32
0,37
Riau
0,31
0,33
0,33
Kalimantan Tengah
0,29
0,29
0,30
Kepulauan Riau
0,30
0,29
0,29
Kalimantan Selatan
0,33
0,35
0,37
Jambi
0,28
0,27
0.30
Kalimantan Timur
0,34
0,38
0,37
Sumatera Selatan
0,30
0,31
0.34
Sulawesi Utara
0,28
0,31
0,37
Kepulauan Bangka
Belitung
0,26
0,29

0,30

Gorontalo
0,34
0,35
0,43
Bengkulu
0,33
0,30
0,37
Sulawesi Tengah
0,33
0,34
0,37
Lampung
0,35
0,35
0,36
Sulawesi Selatan
0,36
0,39
0,40
DKI Jakarta
0,33
0,36
0,36
SulawesiBara
0,31
0,30
0,36
Jawa Barat
0,35
0,36
0,36
Sulawesi Tenggara
0,33
0,36
0,42
Banten
0,34
0,37
0,42
Maluku
0,31
0,31
0,33
Jawa Tengah
0,31
0,32
0,34
Maluku Utara
0,33
0,33
0,34
DI Yogyakarta
0,36
0,38
0,41
Papua
0,40
0,38
0,41
Jawa Timur
0,33
0,33
0,34
Papua Barat
0,31
0,35
0,38
Bali
0,30
0,31
0,37
Indonesia
0,35
0,37
0,38
Sumber data; http://www.scribd.com/doc/91830249/Analisis-Distribusi-an-Domestik-Regiononal-Bruto-Provinsi-Sumut